Realita

yessicaolivia post on July 19th, 2013
Posted in Cerpen

Perempuan itu terbangun dengan linglung. Detik pertama, perempuan itu merasakan otaknya begitu penuh dengan memori-memori aneh seperti ada sebuah film yang diputar dengan cepat di dalam pikirannya. Lima detik kemudian, perempuan itu merasakan sensasi yang begitu aneh. Ia seperti telah terjebak diantara dua kesadaran, dimana ia saat ini dipaksa untuk segera memutuskan hendak hidup di kesadaran mana. Perempuan itu tetap memejamkan matanya, memutuskan untuk melanjutkan untuk hidup di alam mimpi, karena sesuatu yang telah terjadi dalam tidurnya itu masih sedang berlangsung, ia ingin tahu kelanjutan dan akhir cerita dari mimpi tersebut. Tapi semakin bersikerasnya perempuan itu ingin kembali tidur, semakin kuat pula arus kesadaran yang masuk, memaksa perempuan itu untuk menyadari dunia nyata. Perempuan itu berusaha menelaah memori-memori yang baru saja ia impikan. Perempuan itu bersikeras untuk menahan ingatan itu, tapi karena begitu banyak adegan yang sedang berlangsung di dalam otaknya diputar begitu cepatnya, perempuan itu tak berhasil menangkap memori itu.

 

Dua puluh detik berlalu. Seiring dengan terserapnya kesadaran memenuhi tubuhnya untuk

kembali ke dunia nyata, perlahan memori tersebut memudar. Dan saat kesadarannya penuh, sebagian besar memori itu ikut tersedot habis, menghilang seperti terserap oleh black hole.

 

Sebuah pertukaran yang sepadan.

 

Akan tetapi, meski memori-memori tersebut hilang, tak begitu juga dengan perasaannya. Perempuan itu tahu, bahwa ia barusan telah mengalami mimpi buruk, perasaannya mengatakan demikian. Tapi ia lupa, apa tepatnya mimpi itu. Perempuan itu merasakan bahwa sesuatu buruk yang sangat nyata baru saja terjadi, dan ia seperti tiba-tiba mengalami amnesia. Tapi jika memang demikian ia telah mengalami amnesia, anehnya perempuan itu mampu mengingat bahwa ia berusaha mengingat memori yang terlupakan itu. Ia ingat bahwa ia lupa.

 

Memori tersebut, menghantuinya. Perempuan itu begitu penasarannya apa yang barusan sedang terjadi. Ini seperti aku hidup di dua dunia, pikir perempuan itu.

 

Ya, kenapa tidak? Mungkin saja perempuan itu memang hidup di dua dunia, dimana dua kesadaran berada dalam satu tubuh. Dua-duanya tampak nyata, dua-duanya dialaminya. Saat ia berada dalam kesadaran yang ia sebut sebagai mimpi, yang ia tahu bahwa itulah realita. Ia tidak tahu bahwa itu adalah mimpi sebelum ia terbangun. Sebaliknya, saat ia berada dalam kesadaran dunia, ia tahu bahwa dunialah yang nyata. Keduanya sama-sama dialaminya secara nyata. Termasuk mimpi itu. Atau, jangan-jangan, dunia inilah yang merupakan mimpi sebenarnya? Sebuah mimpi yang sangat panjang…..dan aku yang hidup berada saat aku yang di dunia sedang tidur dan menganggap sedang bermimpi, padahal sebenarnya mimpi itulah yang nyata. Bisa jadi kan?

 

Semenit berlalu. Perempuan itu berhenti sejenak. Ia menyadari apa yang barusan dipikirkannya. Ia tak pernah paham, bagaimana bisa orang-orang menganggap mimpi bukanlah realita? Padahal perempuan itu tahu benar bahwa saat itu, ia benar-benar mengalaminya secara nyata. Semua orang pun demikian. Setiap orang yang sedang bermimpi dalam tidurnya, semuanya pasti merasakan kenyataan yang tak dapat disangkal, bahwa itulah memang kenyataan. Namun ketika seseorang bangun dari tidurnya, mengapa ia menyangkalnya sebagai suatu kenyataan? Bukankah ini sebuah perkara yang aneh?

 

Perempuan itu seketika tersentak. Apa yang disebut sebagai nyata atau tidak, tentu saja semua itu berasal dari kesadaran. Oleh karena itu, tak heran bahwa saat dimana aku memiliki kesadaranku, kapan dan dimanapun aku berada, disitulah letak realita. Termasuk saat aku nanti beralih ke kehidupan lain, saat aku meninggal nanti. Pada saat itulah, mungkin saja aku baru akan benar-benar terbangun dari mimpi panjangku, mimpi akan cerita satu kehidupan. Dan pada saat itu jugalah, disanalah aku baru benar-benar hidup.

 

Perempuan itu hanya menyingging senyuman pahit. Dua menit berlalu saat pertama kali ia terbangun. Ia akhirnya pasrah membuka matanya, lalu menghela napas panjang. Pagi yang berat, pikirnya.

 

Ia mengambil satu menit pertama setelah ia membuka matanya untuk meregangkan seluruh otot-ototnya. Sekujur tubuhnya pun rileks. Tapi tidak dengan perasaannya. Perasaannya tidak seperti otot yang mampu diregangkan. Kengeriannya masih membuatnya merinding. Ia memberikan waktu lima menit, sepuluh menit, lima belas menit untuk menenangkan hatinya. Sungguh kacau, perasaannya begitu buruk akibat mimpi yang bahkan ia sendiri tak ingat. Tubuhnya seakan-akan tidak ada niat untuk digerakkan, tak ada daya untuk bangkit duduk, apalagi untuk berdiri dan berjalan.

 

Perempuan itu hanya ingin diam sejenak. Ia tak ingin melakukan apa-apa. Pikirannya dibiarkan melayang, berkeliaran, dibebaskannya. Tapi yang didapat dari kebebasan itu malah sebuah kekosongan. Perempuan itu merasa hampa. Ia tak merasakan apa-apa. Seperti telah kehilangan arti hidup. Ia tak ingin berbuat apa-apa hari ini. Ia membiarkan dirinya terdiam selama dua jam di tempat tidurnya, tanpa melakukan suatu perbuatan berarti. Waktu bergulir dengan cepat dalam keheningannya. Yang ia lakukan hanyalah terdiam dan pikirannya memproses segala hal yang berkaitan, entah dari memori manis, pahit, kenangan masa lalu, hingga membayangkan masa depan. Ia tak tahu harus berbuat apa. Ia hanya ingin hidup seperti ini. Hidup dalam pikirannya sendiri, yang dalam pikiran tersebut, ada kesadarannya yang membuat semua pikiran itu menjadi nyata.

2 responses .

  1. Wow, fantastic blog format! How lengthy have you ever been running a blog for? you make blogging glance easy. The entire look of your website is great, let alone the content material!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seven − five =

  • Facebook
  • LinkedIn
  • Twitter